Cerpen Remaja : Surat Dari Mimpi

Cerpen Remaja : Surat Dari Mimpi




 Cerpen : Surat Dari Mimpi
Aku mendengar suara ibuku memanggilku aku terbangun dan aku kaget melihat jam aku bergegas mandi ibu sampai mengomel berkata “mengapa kau begitu terburu-buru” aku hanya diam tidak menjawab setelah sarapan aku segera lari menuju terminal bis. Aku bergegas bukan karena aku takut terlambat ke sekolah tapi aku takut tidak bisa melihat gadis cantik berambut panjang berkulit sawo matang yang mempunyai lesung pipit diwajahnya, setiap pagi duduk disini menunggu bis. Tidak tau sudah berapa lama aku seperti ini duduk di terminal melewatkan bis pertama menunggu bis kedua hanya untuk melihat gadis itu. Aku benar-benar terpesona sejak pertama kali melihatnya.
“permisi” suara seseorang mengkagetkan ku.
Aku menengok kanan kiri mencari sumber suara. Aku kaget ternyata suara itu berasal dari gadis itu.
“iii…yyy..aa” sahut ku dengan gagap.
“bolehkah aku duduk disini” kata gadis itu.
“boleh” sahutku, dengan pandangan terus menatap wajahnya.
“terima kasih” sahut gadis itu sambil tersenyum kepadaku.
“permisi, boleh tau, siapa nama mu” sahut ku.
“nama ku mita” sahutnya dengan suara lembut.
Hatiku berkata “Habis mimpi apa aku semalam dia menegurku, tersenyum pada ku, dan bahkan duduk disampingku”. Aku pun mulai senyum-senyum sendiri sambil menghayal hal-hal yang romantis.
 “AWAAASS … “ Teriakan seseorang membuyarkan khayalan ku, dan aku pun kaget saat menengok ke depan, bis akan menabrak truk didepannya, mata ku terpejam.
“Bruuuk..bruk”.
“aww,sakit” kataku
Aku membuka mata dan melihat ke sekeliling ku. Dalam benakku berkata “Dimana aku ? apakah saat ini aku sudah tidak ada di dunia lagi ? ah, tapi tidak mungkin, aku merasa ini terlalu cepat” . Aku melihat dengan samar-samar seseorang mendekati ku. Ia semakin mendekat dan mulai terlihat wajahnya. “mita” sahut ku dengan tersenyum, dia pun tersenyum sambil mengulurkan tangannya kepadaku. Aku terdiam untuk berapa saat lalu meraih tangannya, “apakah ini mimpi” kata ku.
“mimpi apa kamu dit” sahut seseorang mengkagetkan ku, tiba-tiba wajah mita berubah menjadi wajah ibuku. Aku tersadar ternyata tadi hanya mimpi.
 “mandi dit, ini sudah jam setengah 8” sahut ibuku sambil membereskan tempat tidurku. “haah, sudah setengah 8, ibu kenapa tidak bangunkan dari tadi” sahutku sambil berlari menuju kamar mandi. “ibu, sudah teriak-teriak dari tadi, tapi kamu tidak bangun-bangun, ibu udah siapkan sarapan di dapur”.
“iya buu” sahutku dari kamar mandi.
Aku bergegas lari menuju terminal bis aku merasa ini sudah terlambat. Di terminal bus aku melihat bapak-bapak  dengan pakaian yang aneh sedang duduk sambil membaca koran. Aku bertanya kepada bapak itu “apa bus yang kedua sudah lewat”.
“sudah lewat de, udah 10 menit yang lalu” sahut bapak-bapak itu.
 “ah sial, aku benar-benar telat” sahut ku dengan wajah kecewa. Akhirnya aku berangkat sekolah naik taksi.
------
“tumben berangkat naik taksi, lagi banyak duit ya” sahut temanku yang sedang menungguku di pintu gerbang sekolah. “aku telat naik bus” sahut ku sambil menghela napas. “kan cuma telat naik bus, bukan telat masuk kelas, ko wajah mu sedih amat” sahut temanku sambil menepuk bahu ku. “nanti ku ceritakan, ayo ke kelas, nanti kita betulan telat lagi” sahut ku sambil menarik temanku jalan.
------
“Kring..kring..kring”, bel sekolah berbunyi menandakan waktu istrirahat.
“jadi kamu sedih, karena hari ini tidak liat gadis itu” kata temanku sambil tertawa.
Aku hanya diam, memasang muka dengan ekpresi kesal karena dia tertawa.
“ayolah teman, kamu bisa melihatnya besok, besoknya, dan besoknya lagi. Kenapa harus sedih, hanya karena tidak ketemu sehari” sahut temanku sambil menepuk bahu ku.
“daripada kamu jadi pengagum rahasia terus, mending kamu ajak kenalan deh” kata temanku dengan semangat.
“akuuu, malu” sahutku.
 “kalo kamu malu, terus sampai kapan kamu melakukan hal konyol itu, mau melakukannya setiap hari, sengaja melewatkan bus pertama, duduk diterminal, memandangi dia dari jauh. Aku saja yang melihatnya bosan.
 ----------
Saat dirumah aku langsung masuk kekamar, ku hempaskan badan ku ke kasur, ku tatap langit-langit kamarku, aku terdiam, aku mulai memikirkan kata-kata teman ku tadi. dalam hatiku berkata “mau sampai kapan kamu mau begini dit ? Ayo nyatakan perasaan kamu ke dia, Kamu harus berani”. Akhirnya aku pun membulatkan tekad besok harus menyapanya dan mengajak dia kenalan.
----------
Seperti biasa aku berlari menuju terminal bis, di terminal bus aku melihat bapak-bapak kemarin, bapak-bapak itu menengok dan tersenyum kepadaku, akupun membalas senyuman bapak-bapak itu.  “apa bapak menunggu bis” Tanya ku kepada bapak-bapak itu. “tidak” sahut bapak-bapak itu. Aku pun diam tidak bertanya lagi, aku melihat kearah jam tanganku, aku bertanya-tanya kenapa dia belum datang juga, padahal bis yang kedua sebentar lagi datang.
“ooiya de, ini ada surat buat kamu” sahut bapak itu sambil menyerahkan surat kepadaku.
“dari siapa ya pak” sahutku. “dari mita de, itu bis yang kedua sudah datang” sahut bapak-bapak itu. Belum sempat aku bertanya mita itu siapa bisnya sudah datang. Akupun memasukan surat itu ke dalam tas dan naik ke bis.
---------
Aku duduk di halaman belakang rumah ku, aku mulai gelisah dan bertanya-tanya kenapa dia tidak datang, hatiku berkata “mungkin dia sakit? Mungkin juga dia telat? Mungkin juga dia ada masalah lain?”.
“dit, waktunya makan siang” teriak ibuku dari dapur.
“iya Bu” sahutku.
“tut..tut..tut” suara handphone ku berbunyi, aku melihat ke arah layar handphoneku. Ternyata temanku yang menelpon.
“haloo Dit” kata temanku.
 “iyaa Rif, ada apa” sahutku.
“Dit, gadis yang lo kagumi itu, dia kemarin meninggal” sahut temanku.
Aku terdiam sesaat, mencerna kata Arif itu, “Ah, tidak mungkin, dari mana Arif tau, dia kan tidak kenal dengan gadis itu, dia hanya pernah melihat beberapa kali”.
“Jangan bicara hal aneh Rif” sahutku dengan kesal.
“Dit, terserah kamu mau percaya apa tidak, aku dengar dari tetanggaku, tetanggaku  itu punya keluarga yang rumahnya dekat dengan rumah gadis itu”.
“bagaimana mungkin?” sahut ku dengan pelan.
“Dia punya penyakit Dit, penyakit itu udah dia derita dari kecil”. Aku terhenyak untuk sesaat, Aku masih belum percaya dengan kata-kata Arif tadi. Aku pun teringat dengan surat yang diberi bapak-bapak tadi pagi. Aku bergegas mengambil surat itu dalam tasku. Aku hanya bisa terdiam setelah membaca surat itu.
“Hy… namaku mita. Aku menulis surat ini karena ingin berkenalan denganmu. Aku penasaran namamu siapa, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk bertanya. Aku menyadari selama ini kamu memperhatikanku. Sebenarnya diam-diam aku juga memperhatikan mu,  sebenarnya aku terpesona denganmu dari awal melihat kamu, aku ingin berbicara denganmu, tapi aku malu untuk memulai. Aku selalu datang ke terminal bis hanya untuk melihat kamu, padahal sebenarnya aku tidak naik bis itu. Aku berharap kamu akan menegurku, dan mengajak ku berbicara”.
Tidak terasa mataku berkaca-kaca membaca surat itu.  Aku tidak menyangka ternyata selama ini dia juga memperhatikanku. aku mulai menyesal kenapa aku tidak mulai mengajak kenalan dari dulu, kenapa dulu aku hanya diam. Aku mulai marah dengan diriku sendiri dan menyesali semuanya. Tiba-tiba pandanganku menjadi samar-samar dan akhirnya menjadi gelap.
“Dit, bangun” suara seseorang mengkagetkan ku, mataku mulai terbuka dan aku melihat ibuku berdiri dihadapan ku.
“Mandi Dit, ini sudah jam setengah 8” sahut ibuku sambil membereskan tempat tidurku. “haah, sudah setengah 8, ibu kenapa tidak bangunkan dari tadi” sahutku sambil berlari menuju kamar mandi. Di kamar mandi aku berpikir, aku merasa pernah mengalami kejadian seperti ini, tapi kapan, ini seperti nyata pernah terjadi.
-----
Aku bergegas lari menuju terminal bis. Dan aku melihat gadis itu duduk ditempat yang sama seperti kemarin dan dia tersenyum terhadapku, akupun membalas senyumannya. Aku terhenyak dan berkata dengan pelan  “jadi itu semua hanya mimpi” sambil melihat gadis itu.
“iyaaa itu hanya mimpi” kataku dengan lantang, hingga orang-orang yang disekitarku menoleh kearahku dengan bingung. aku tidak ingin menyesal seperti dalam mimpi itu, akupun menegurnya dan mengajak gadis itu kenalan. Semenjak itu kami menjadi sangat akrab.